we aimed to determine the effects of vitamin B1deficiency on vitamin contents of urine, liver, and blood. In the current study, rats were divided into 3 groups (n = 5, each group): the first was freely fed a complete diet (ad lib-fed control group); the second freely fed a vitamin B
1-free diet (vitamin B1deficient group); and the third pair-fed a complete diet with the same amounts of the vitamin B1eficient group (pair-fed control group). The experimental period was for 15 days. The blood concentrations of vitamin B2PLP, vitamin B12, folic acid, and biotin were lower in the pair-fed control than in the ad lib-fed control and those of nicotinamide and
pantothenic acid were the same. We conclude that Vitamin B1 deficiency did not affect concentrations of the other B-group vitamins.
readmore
vitamin B.12 defisiency
Anemia Normositik Normokrom
Anemia normositik normokrom dapat terjadi karena
a. Hemolitik
b. Pasca perdarahan akut
c. anemia aplastik
d. sindrom mielodisplasia
e. alkoholism
f. anemia pada penyakit hati kronik
Patofisiologi anemia ini terjadi karena pengeluaran darah / destruksi darah yang berlebih sehingga menyebabkan Sumsum tulang harus bekerja lebih keras lagi dalam eritropoiesis. Sehingga banyak eritrosit muda (retikulosit) yang terlihat pada gambaran darah tepi. Jika retikulosit tidak ditemukan, maka dicurigai adanya anemia aplastik, anemia def besi dan b12 yang tidak diobati, terapi radiasi, masalah endokrin, kegagalan sumsum tulang, sindrom mielodisplasia, dan alkoholism.
Pemeriksaan Laboratorium yang mendukung anemia hemolitikTest Coomb's. Dilakukan setelah hitung retikulosit dan di dapatkan retikulosit meningkat.
Test Coombs ini ada yang secara langsung dan secara tidak langsung
1. Secara langsung. Untuk mendeteksi antibodi yang melekat pada sel darah merah,yang dapat menyebabkan kerusakan sel. Uji ini dapat mengidentifikasi suatu reaksi antigen-antibodi yang lemah walaupun tidak tampak aglutinasi SDM.
2. Secara tidak langsung. Untuk mendeteksi antibodi yang bersirkulasi dengan bebas dalam serum klien. Biasanya uji ini digunakan sebelum transfusi darah (untuk memeriksa keberadaan antibodi dalam darah resipien dan donor sebelum dilakukan transfusi darah)
Stomatitis
Anatomi Fisiologi Jaringan lunak mulut terdiri dari mukosa pipi, bibir, ginggiva, lidah, palatum, & dasar mulut. Struktur jaringan lunak mulut terdiri dari lapisan tipis jaringan mukosa licin, halus, fleksibel, & berkeratin atau tidak berkeratin. Jaringan lunak mulut berfungsi melindungi jaringan keras di bawahnya; tempat organ, pembuluh darah, saraf, alat pengecap, & alat pengunyah. Secara histologis mukosa mulut terdiri dari 3 lapisan, yaitu: 1. Lapisan epitelium, melapisi di bagian permukaan luar, terdiri dari berlapis-lapis sel mati berbentuk pipih (datar) dimana lapisan sel-sel mati seperti ini selalu diganti terus-menerus dari bawah, & sel-sel seperti ini disebut dgn stratified squamous epithelium. 2. Membrana basalis, adalah lapisan pemisah antara lapisan ephitelium dgn lamina propria, berupa serabut kolagen & elastis. 3. Lamina propria, Pada lamina propria seperti ini terdapat ujung-ujung saraf rasa sakit, raba, suhu & cita rasa. Selain ujung-ujung saraf tersebut terdapat juga pleksus kapiler, jaringan limf & elemen-elemen penghasil sekret dari kelenjar-kelenjar ludah kecil-kecil. Kelenjar ludah halus terdapat di seluruh jaringan mukosa mulut, tetapi tidak terdapat di jaringan mukosa gusi kecuali di mukosa gusi daerah retromolar. Disamping seperti itu lamina propria seperti ini sebagian besar terdiri dari serabut kolagen, serabut elastin & sel-sel fibroblast serta sel-sel daerah penting buat pertahanan melawan infeksi. Jadi mukosa seperti ini menghasilkan sekret, bersifat protektif & sensitif. Mulut adalah pintu gerbang masuknya kuman-kuman atau rangsangan-rangsangan bersifat merusak. Mukosa mulut dapat mengalami kelainan bukan adalah suatu penyakit tetapi adalah kondisi herediter. Pada keadaan normal di dalam rongga mulut terdapat bermacam-macam kuman adalah bagian daripada “flora mulut” & tidak menimbulkan gangguan apapun & disebut apatogen. Bila daya tahan mulut atau tubuh menurun, maka kuman-kuman apatogen seperti itu menjadi patogen & menimbulkan gangguan atau menyebabkan berbagai penyakit/infeksi. Daya tahan mulut dapat menurun karena gangguan mekanik (trauma, cedera), gangguan kimiawi, termik, defisiensi vitamin, kekurangan darah (anemi), dsb. Pada individu tertentu dapat terjadi reaksi alergi terhadap jenis makanan tertentu sehingga dapat mengakibatkan gangguan pada mukosa mulut, begseperti itu juga dgn faktor psikis & hormonal. Seperti ini semua dapat terjadi pada suatu gangguan mulut disebut “stomatitis”. Pengertian Stomatitis aphtosa atau sariawan ; radang terjadi di daerah mukosa mulut, biasanya berupa bercak putih kekuningan dgn permukaan agak cekung, bercak seperti itu dapat berupa bercak tunggal maupun kelompok. Stomatitis aphtosa atau sariawan atau dalam bahasa kerennya oral thrush adalah penyakit diakibatkan dgn adanya jamur pada mulut & saluran kerongkongan. Jamur sekarang kebih dikenal dgn sebutan Candida albicans bukanlah jamur aneh & berbahaya. Hampir di setiap jengkal tubuh kita mengandung jamur seperti ini termasuk di daerah mukosa mulut & alat kelamin, namun adanya jamur seperti ini tidak menimbulkan keluhan berarti. Dulu jamur seperti ini lebih dikenal dgn sebutan Jamur Monilia. Jamur seperti ini sering menimbulkan keluhan dikarenakan daya tubuh manusia (imuno) menurun sehingga pertahanan terhadap jamur & bakteri lainnya berkurang. Keadaan seperti seperti ini biasanya terjadi setelah pemberian antibiotic dalam jangka panjang, infeksi virus pada saluran pernapasan, iritasi pada mulut akibat adanya pemasangan gigi palsu, kawat gigi; diabetes, HIV, kanker serta pemberian pengobatan dgn kortikosteroid & penyakit imunodefisiensi (berkurangnya daya tahan tubuh). Dgn demikian penyakit ringan pada mulut seperti ini bisa mengindikasikan penyakit lebih berat, oleh karena seperti itu jangan pernah meremehkan penyakit sariawan ini. Meski penyakit seperti ini tidak begseperti itu berat namun tetap saja keberadaan penyakit seperti ini dapat mengganggu aktifitas sehari-hari. Stomatitis ; peradangan pada mukosa (lapisan lendir) mulut bisa mengenai mukosa pipi, bibir & langit-langit. Stomatitis adalah infeksi dapat terjadi secara tersendiri atau bisa adalah bagian dari penyakit sistemik. Recurrent aphthous stomatitis (RAS) ; lesi mukosa rongga mulut paling sering terjadi, ditandai dgn ulser timbul berulang di mukosa mulut pasien dgn tanpa adanya gejala dari penyakit lain. Tipe Penyakit Ada dua tipe utama: stomatitis herpetik akut & stomatitis aphtosa. Stomatitis tipe herpetik akut biasanya sembuh sendiri, tetapi bisa parah & pada bayi baru lahir bisa berakibat fatal. Stomatitis aphtosa biasanya sembuh dgn sendirinya dalam 10-14 hari tanpa bekas. Stomatitis aphtosa seperti ini mempunyai 2 jenis tipe penyakit, diantaranya: 1. Sariawan akut : Bisa disebabkan oleh trauma sikat gigi, tergigit, & sebagainya. Pada sariawan akut seperti ini bila dibiarkan saja akan sembuh dgn sendirinya dalam beberapa hari. 2. Sariawan kronis : Akan sulit sembuh bila dibiarkan tanpa diberi tindakan apa-apa. Sariawan jenis seperti ini disebabkan oleh xerostomia (mulut kering). Pada keadaan mulut kering, kuantitas saliva atau air ludah berkurang. Akibatnya kualitasnya pun juga akan berkurang. Penyebab dari xerostomia seperti ini bisa disebabkan gangguan psikologis (stress), perubahan hormonal, gangguan pencernaan, sensitif terhadap makanan tertantu & terlalu banyak mengonsumsi antihistamin atau sedatif. Secara klinis stomatitis aphtosa seperti ini dapat dibagi menjadi 3 subtipe, diantaranya: 1. Stomatitis aphtosa minor (MiRAS). Sebagian besar pasien menderita stomatitis aphtosa bentuk minor ini. Minor RAS (MiRAS), terjadi lebih dari 80% dari semua kasus RAS ditandai oleh ulser bulat atau oval, dangkal dgn diameter < 10 mm & dikelilingi oleh pinggiran eritematus. MiRAS biasanya mengenai daerah-daerah non-keratin seperti mukosa labial, mukosa bukal & dasar mulut, tetapi tidak mengenai daerah keratin seperti gingiva, palatum atau dorsum lidah. Sebagian besar terjadi pada masa anak-anak. Lesi berulang dgn frekuensi bermacam-macam, dalam beberapa waktu 1-5 ulser bisa muncul & sembuh dalam waktu 10-14 hari tanpa meninggalkan bekas. 2. Stomatitis aphtosa major (MaRAS). Hanya sebagian kecil dari pasien terjangkit stomatitis aphtosa jenis ini. Namun jenis stomatitis aphtosa pada jenis seperti ini lebih hebat daripada stomatitis jenis minor (MiRAS). Secara klasik, ulser seperti ini berdiameter kira-kira 1-3 cm, & berlangsung selama 4minggu atau lebih & dapat terjadi pada bagian mana saja dari mukosa mulut, termasuk daerah-daerah berkeratin. Stomatitis aphtosa major seperti ini meninggalkan bekas, bekas pernah adanya ulser seringkali dapat dilihat penderita MaRAS; jaringan parut terjadi karena keseriusan & lamanya lesi. Major RAS (MaRAS), biasa juga disebut periadenitis mucosa necrotica recurrens diderita oleh kira-kira 10% penderita RAS. Bentuk lesi serupa dgn minor RAS, tetapi ulser berdiameter > 10 mm, tunggal atau jamak dgn menimbulkan rasa sakit. Demam, disfagia & malaise terkadang muncul pada awal munculnya penyakit. Sering terdapat pada bibir, palatum molle & dapat terjadi pada bagian mana saja dari mukosa mulut. Ulser berlangsung selama 6 minggu atau lebih & sembuh dgn meninggalkan jaringan parut. 3. Herpetiform RAS (HuRAS), terdapat hanya 5-10% dari semua kasus RAS. Nama seperti ini digunakan karena mirip dgn lesi intraoral pada infeksi virus herpes simplex primer (HSV), tetapi HSV tidak mempunyai peran etiologi pada HuRAS atau dalam setiap bentuk ulser RAS lainnya. Bentuk lesi seperti ini ditandai dgn ulser-ulser kecil, berbentuk bulat, sakit, penyebarannya luas & dapat menyebar di rongga mulut. 100 ulser kecil bisa muncul pada satu waktu, dgn diameter 1-3 mm, bila pecah bersatu ukuran lesi menjadi lebih besar. Ulser akan sembuh dalam waktu 10-14 hari tanpa meninggalkan bekas Ulserasi herpetiformis (HU) Istilah ’herpetiformis’ digunakan karena bentuk klinis dari HU ( dapat terdiri atas 100 ulser kecil-kecil pada satu waktu) mirip dgn gingivostomatitis herpetik primer, tetapi virus-virus herpes initidak mempunyai peran etiologi pada HU atau dalam setiap bentuk ulserasi aphtosa. Tanda-tkita & Gejala Gejala pada umumnya berupa rasa panas atau terbakar terjadi satu atau dua hari kemudian bisa menimbulkan luka (ulser) di rongga mulut. Lesi pada mukosa oral didahului dgn timbulnya gejala seperti terbakar (prodormal burning) pada 2-48 jam sebelum ulser muncul. Selama periode initial akan terbentuk daerah kemerahan pada area lokasi. Setelah beberapa jam, timbul papul, ulserasi, & berkembang menjadi lebih besar setelah 48-72 jam. Lesi bulat, simetris, & dangkal, tetapi tidak tampak jaringan sobek dari vesikel pecah. Mukosa bukal & labial adalah tempat paling sering terdapat ulser. Namun ulser juga dapat terjadi pada palatum & gingiva. Bercak luka ditimbulkan akibat dari sariawan seperti ini agak kaku & sangat peka terhadap gerakan lidah atau mulut sehingga rasa sakit atau rasa panas dirasakan seperti ini dapat membuat kita susah makan, susah minum, ataupun susah berbicara. Penderita penyakit seperti ini biasanya juga banyak mengeluarkan air liur. Biasanya sariawan seperti ini akan sembuh dgn sendirinya adalam waktu empat sampai 20 hari. Bila penyakit seperti ini belum sembuh sampai waktu 20 hari maka penderita harus diperiksa lebih lanjut buat menentukan apakah ada sel kankernya atau tidak. Pada stomatitis aphtosa berat, dapat digunakan suatu alat pelindung mulut bersih dgn pengolesan anestetik lokal dibawah alat tersebut. Stomatitis herpetik akut diawali dgn mulut nyeri tiba-tiba, ludah berlebih, bau mulut, menolak makan, & demam kadang-kadang tinggi (40-40,6ºC). Puncak terjadinya ; demam & rewel ditunjukkan dgn lesi (ujud kelainan) mulut dalam 1-2 hari. Lesi awal berupa gelembung isi cairan jarang terlihat karena cepat pecah. Lesi sisa berdiameter 2-10 mm & ditutupi dgn lapisan kuning keabuan. Pada saat lapisan terkelupas, tersisa ; luka. Biasanya terjadi pembesaran kelenjar getah bening sekitar mulut. Fase akut terjadi 4-9 hari & sembuh sendiri. Nyeri biasanya hilang dalam dua sampai empat hari sebelum luka sembuh sempurna. Bila bayi menderita stomatitis menghisap jempolnya, luka bisa menjalar ke tangan. Pada stomatitis aphtosa luka tunggal atau multipel nyeri pada mukosa bibir, pipi lidah & bawah lidah, langit-langit, & gusi. Lesi awal ditunjukkan dgn ke-merahan, tonjolan (papul) keras cepat erosi menjadi bentuk berbatas jelas, luka nekrotik dgn dikelilingi daerah merah. Luka aphtosa kecil berdiameter 2-10 mm & sembuh spontan dalam 7-10 hari. Luka aphtosa besar berdiameter lebih dari 10 mm, sembuh dalam 10-30 hari. Bentuk ke tiga luka stomatitis aphtosa tampak seperti herpes. Bentuk seperti ini ditunjukkan dgn beberapa kelompok lesi 1-2 mm bergabung menjadi plak sembuh dalam 7-10 hari. Pasien dgn stomatitis aphtosa secara khas mengeluh terbakar, teriritasi & sedikit bengkak pada lapisan mukosanya. Biasanya daerah paling sering timbul stomatitis aphtosa (sariawan) seperti ini pada daerah mukosa pipi bagian dalam, bibir bagian dalam, lidah, gusi serta langit-langit dalam rongga mulut. Faktor Penyebab Infeksi virus herpes simpleks primer adalah salah satu penyakit dapat terjadi pada anak-anak, umumnya di bawah usia 3 tahun. Infeksi virus seperti ini menyebabkan demam, lemah & lesu selama 48 jam, & ditandai dgn kemerahan pada gusi, gusi & bibir berdarah, serta sariawan banyak & berkelompok Selain infeksi herpes primer, infeksi virus lain menyebabkan timbulnya sariawan di rongga mulut ; hand, foot and mouth disease serta herpangina. Seperti halnya infeksi herpes primer, infeksi virus seperti ini dimulai dgn demam & rasa lemah serta lesu, kemudian muncullah sariawan di langit-langit & tenggorokan. Umumnya gejala pada anak tidak separah infeksi herpes primer. Pada hand, foot and mouth disease, dapat ditemukan juga bulatan cembung berisi cairan di tangan & kaki anak. Penanganannya sama dgn infeksi virus herpes primer, & umumnya sembuh sendiri setelah 10 hari. Beberapa faktor penyebab dapat mengakibatkan terjadinya stomatitis aphtosa , diantaranya: 1. Hal pertama harus dipikirkan ; keadaan gigi bagi si pasien, karena higiene gigi buruk sering dapat menjadi penyebab timbulnya sariawan berulang. 2. Luka tergigit, bisa terjadi karena bekas dari tergigit seperti itu bisa menimbulkan ulsersehingga dapat mengakibatkan stomatitis aphtosa. 3. Mengkonsumsi air dingin atau air panas. 4. Alergi, bisa terjadi karena kenaikan kadar IgE & keterkaitan antara beberapa jenis makanan & timbulnya ulser. Gejala timbul biasanya segera setelah penderita mengkonsumsi makanan tersebut 5. Faktor herediter bisa terjadi, misalnya kesamaan tinggi pada anak kembar, & pada anak-anak kedua orangtuanya menderita stomatitis aphtosa. 6. Kelainan pencernaan Gangguan saluran pencernaan, seperti Chorn disease, kolitis ulserativ, & celiac disease sering disertai timbulnya stomatitis apthosa. 7. Faktor psikologis (stress), diduga berhubungan dgn produksi kortison di dalam tubuh. 8. Gangguan hormonal (seperti sebelum atau sesudah menstruasi). Terbentuknya stomatitis aphtosa seperti ini pada fase luteal dari siklus haid pada beberapa penderita wanita. 9. Pada penderita sering merokok juga bisa menjadi penyebab dari sariawan. Pambentukan stomatitis aphtosa dahulunya perokok, bebas simtom ketika kebiasaan merokok dihentikan. 10. Jamur, namun biasanya hal seperti ini dihubungkan dgn penurunan sistem pertahanan tubuh (imuno). Berasal dari kadar imunoglobin abnormal. Abnormalitas immunologis atau hipersensitif terhadap organisme oral seperti Streptococcus sanguis 11. Pada penggunaan obat kumur mengandung bahan-bahan pengering (misal,alkohol, lemon/ gliserin) harus dihindari. 12. Sedangkan sariawan dikarenakan kekurangan vitamin C sangat mungkin terjadi, karena bagi si pasien kekurangan vitamin C dapat mengakibatkan jaringan dimukosa mulut & jaringan penghubung antara gusi & gigi mudah robek akhirnya mengakibatkan sariawan. 13. Kekurangan vitamin B & zat besi juga dapat menimbulkan sariawan.. Namun kondisi seperti seperti itu dapat diatasi dgn sering memakan buah ataupun makan sayur-sayuran. Penyakit menjangkit seperti ini biasanya dapat menyerang siapa saja & tidak mengenal umur maupun jenis kelamin, termasuk pada bayi masih berusia 6-24 bulan. Pada bayi & anak terjadinya stomatitis atau sariawan sering disebabkan/dipicu oleh : • Makanan/Minuman Panas Mulut bayi belum sekuat orang dewasa. Jadi hati-hati saat membuatkan makanan/minuman bagi si kecil. Selalu periksa keadaan suhunya; masih kepanasan atau sudah cukup hangat buat diterima mulut mungilnya. Justru anggapan bahwa susu memancar terlalu kencang dari botol bisa memicu terjadinya sariawan ternyata tidak tepat. Kecuali bila susu tersebut bersuhu tinggi. Jadi penyebabnya bukan kekuatan pancarannya tapi, sekali lagi, karena suhu panas. • Traumatik dimaksud traumatik di sini, mulut anak terluka oleh sesuatu; entah karena gusinya tergigit atau terkena gesekan dot terlalu keras. Seperti sudah disinggung, kejadian luka pada gusi bayi bisa berkaitan dgn ketidaknyamanan bayi akibat giginya baru tumbuh.
Read more at: http://www.kemhan.com/2012/05/stomatitis.html Copyright by http://www.kemhan.com/
Constipation in children
What is constipation?
Constipation is defined as either a decrease in the frequency of bowel movements, or the painful passage of owel movements. Children 1 – 4 years of age typically have a bowel movement 1 – 2 times a day and over 0% of them go at least every other day. When children are constipated for a long time they may begin to soil heir underwear. The medical term used to describe the soiling occurring in chronically constipated children is encopresis.
READMORE
Bahaya Anoreksia
Anoreksia adalah suatu penyakit dimana seseorang membiarkan dirinya sendiri kelaparan karena merasa tubuhnya terlalu gemuk dan berat badannya berlebih. Penyakit ini biasanya menyerang remaja-remaja—terutama remaja wanita—pada masa puber karena di masa itu lah seorang remaja umumnya mulai menetapkan standar tubuh ideal mereka sendiri, biasanya langsing dan cenderung kurus. Orang-orang penderita anoreksia sangat takut gemuk dan sebagai hasilnya, mereka bisa menerapkan cara-cara diet ekstrim untuk menurunkan berat badan secara drastis dalam waktu sesingkat mungkin. Cara-cara tersebut antara lain dengan olahraga berlebihan, mengonsumsi laksatif untuk mendorong keluarnya sisa makanan, atau bahkan menghindari makan. Dengan melakukan diet berbahaya tersebut, berat badan mereka bisa turun hingga 15% dari berat badan normal sehingga tubuh mereka terlihat sangat kurus. Walau demikian, seorang penderita anoreksia biasanya tetap berpikir bahwa tubuh mereka masih terlalu gemuk meskipun faktanya mereka sudah terlampau kurus, terserang penyakit, dan bahkan mendekati kematian.
Seorang penderita anoreksia menerapkan kebiasaan makan yang aneh, dimana mereka malu dan tidak mau makan di depan khalayak umum atau memberikan seporsi makanan besar pada orang lain namun dirinya sendiri tidak mau makan. Orang-orang yang menderita penyakit ini didominasi oleh kalangan kelas ekonomi dan sosial tinggi, serta orang-orang yang pekerjaannya menuntut mereka untuk bertubuh kurus, seperti misalnya artis, penari, dan pelari jarak jauh.
Gejala Anoreksia
Ada beberapa gejala awal anoreksia yang perlu kita waspadai, salah satu diantaranya adalah berat berat badan yang tidak stabil dan tidak seimbang dengan umur, postur, serta tinggi tubuh (biasanya mencapai 15% di bawah berat normal). Berikut ini adalah gejala-gejala lain seseorang menderita anoreksia :
-Tidak mengalami menstruasi selama 3 bulan berturut-turut (untuk wanita)
-Tidak mau dan menolak makan di depan umum
-Sering merasa gelisah
-Lemah
-Kulit kusam
-Nafas pendek-pendek
-Khawatir berlebih terhadap asupan kalori
Menderita anoreksia dapat menganggu kestabilan kerja sistem tubuh sehingga menimbulkan beberapa dampak buruk, antara lain : penyusutan tulang, kehilangan mineral, rendahnya suhu tubuh, detak jantung yang tidak teratur, gangguan permanen terhadap pertumbuhan badan, rawan terkena osteoporosis, bahkan juga bulimia nervosa. Selain itu, ada dampak lebih buruk lagi apabila seorang penderita anoreksia mengonsumsi laksatif karena laksatif sangat berbahaya bagi tubuh. Laksatif adalah substansi yang akan memaksa tubuh mengeluarkan cairan serta makanan yang masih diproses di dalam usus sehingga nutrisinya tidak terserap sempurna. Laksatif juga mengandung bahan-bahan kimia berbahaya yang mungkin bisa terserap oleh tubuh. Penggunaan laksatif dalam jangka panjang bisa mengakibatkan gangguan permanen pada kestabilan sistem pencernaan serta menyebabkan tubuh kekurangan banyak nutrisi.
Penanganan Untuk Penderita Anoreksia
Apabila Anda mengetahui seorang penderita anoreksia, pertama-tama beri lah dorongan kepada mereka untuk mengatur pola makan dengan benar dan beri tahukan bahaya anoreksia. Namun apabila usaha Anda belum berhasil juga, Anda bisa membawa orang tersebut ke dokter atau konsultan kesehatan karena mereka dapat membantu penderita anoreksia memerangi penyakitnya.
( Sumber : https://www.facebook.com/GlobalTraditionalMedicinegtm/posts/523923577651468 )
Despnea
Komplikasi Gagal Jantung Kongestif
Definisi alternatif menurut Packer, gagal jantung kongestifmerupakan suatu sindrom klinis yang rumit yang ditandai dengan adanya abnormalitas fungsi ventrikel kiri dan kelainan regulasi neurohormonal, disertai dengan intoleransi kemampuan kerja fisis (effort intolerance), retensi cairan, dan memendeknya umur hidup (reduce longevity). Termasuk di dalam kedua batasan tersebut adalah suatu spectrum fisiologis-klinis yang luas, mulai dari cepat menurunnya daya pompa jantung (misalnya pada infark jantung yang luas, takiaritmia atau bradikardia yang mendadak), sampai pada keadaan-keadaan di mana proses terjadinya kelainan fungsi ini berjalan secara bertahap tetapi progresif (misalnya pada pasien dengan kelainan jantung yang berupa pressure atau volume overload dan hal ini terjadi akibat penyakit pada jantung itu sendiri, seperti hipertensi, kelainan katup aorta atau mitral dll). Secara singkat menurut Sonnenblik, gagal jantung terjadi apabila jantung tidak lagi mampu memompakan darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolic tubuh pada tekanan pengisian yang normal, padahal aliran balik vena (venous return) ke jantung dalam keadaan normal.
Istilah gagal sirkulasi lebih bersifat umum dari pada gagal jantung. Gagal sirkulasi menunjukkan ketidakmampuan dari system kardiovaskuler untuk melakukan perfusi jaringan dengan memadai. Definisi ini mencakup segala kelainan dari sirkulasi yang mengakibatkan perfusi jaringan yang tidak memadai, termasuk perubahan dalam volume darah, tonus vascular, dan jantung. Gagal jantung kongestif adalah keadaan di mana terjadi bendungan sirkulasi akibat gagal jantung dan mekanisme kompensatoriknya. Gagal jantung kongestif perlu dibedakan dengan istilah yang lebih umum yaitu gagal sirkulasi, yang hanya berarti kelebihan beban sirkulasi akibat bertambahnya volume darah pada gagal jantung atau sebab-sebab di luar jantung, seperti transfusi yang berlebihan atau anuria.
Gagal jantung adalah komplikasi yang paling sering dari segala jenis penyakit jantung congenital maupun didapat. Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung mencakup keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir, atau menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi regurgitasi aorta, and cacat septum ventrikel; dan beban akhir meningkat pada keadaan di mana terjadi stenosis aorta dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokardium dan kardiomiopati. Selain dari ketiga mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung, ada faktor fisiologis lain yang dapat pula mengakibatkan jantung gagal bekerja sebagai pompa. Faktor-faktor yang mengganggu pengisian ventrikel, seperti stenosis katup atrioventrikularis, dapat menyebabkan gagal jantung. Keadaan-keadaan seperti perikarditis konstriktif dan tamponade jantung mengakibatkan gagl jantung melalui gabungan beberapa efek seperti gangguan pada pengisian ventrikel dan ejeksi ventrikel. Dengan demikian jelas sekali bahwa tidak ada satupun mekanisme fisiologik atau gabungan berbagai mekanisme yang bertanggung jawab atas terjadinyagagal jantung; efektivitas dari jantung sebagai pompa dapat dipengaruhi oleh berbagai ganggaun patofisiologik.
Demikian juga, tidak satupun penjelasan biokimiawi yang diketahui sebagai mekanisme dasar terjadinya gagal jantung. Kelainan yang mengakibatkan gangguan kontraktilitas miokardium juga tidak diketahui. Diperkirakan bahwa abnormalitas penghantaran kalsium di dalam sarkomer, atau dalam sintesis, atau fungsi dari protein kontraktil merupakan penyebabnya.
Faktor-faktor yang dapat memicu perkembangan gagal jantung melalui penekana sirkulasi yang mendadak dapat berupa :
1. Aritmia
Aritmia akan mengganggu fungsi mekanis jantung dengan mengubah rangsangan listrik yang memulai respon mekanis; respon mekanis yang tersinkronisasi dan efektif tidak akan dihasilkan tanpa adanya ritme jantung yang stabil.
2. Infeksi sistemik dan infeksi paru-paru
Resppon tubuh terhadap infeksi akan memaksa jantung untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan metabolisme yang meningkat.
3. Emboli paru-paru.
Emboli paru secara mendadak akan meningkatkan resistensi terhadap ejeksi ventrikel kanan, memicu jerjadinya gagal jantung kanan.
Diagnosis Gagal Jantung Kongestif
Kriteria mayor :
1. Dispnea nocturnal paroksismal atau ortopnea
2. Peningkatan tekanan vena jugularis
3. Rongki basah tidak nyaring
4. Kardiomegali
5. Edema paru akut
6. Irama derap S3
7. Peningkatan tekanan vena > 16 cm H2O
8. Refluks hepatojugular
Kriteria minor :
1. Edema pergelangan kaki
2. Batuk malam hari
3. Dyspneu d’effort
4. Hepatomegali
5. Efusi pleura
6. Kapasitas vital berkurang menjadi 1/3 maksimum
7. Takikardi (>120x/menit)
Kriteria mayor atau minor
Penurunan berat badan > 4,5 kg dalam 5 hari setelah terapi.
Diagnosa ditegakkan dari 2 kriteria mayor; atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor harus ada pada saat yang bersamaan.
Manifestasi Klinis
Semua gejala dan tanda-tanda gagal jantung adalah akibat-akibat mekanisme :
• Curah jantung yang rendah
• Mekanisme kompensasi yang terjadi dengan segala prosesnya.
Sedangkan tanda-tanda yang ada pada jantung, merupakan kelainan primer yang menjadi sebab gagalnya jantung, misalnya terdapat tanda-tanda ifark jantung atau stenosis aorta.
Pada perjalanan penyakit gagal jantung, perlu diperhatikan adanya faktor-faktor presipitasi
- Infeksi paru-paru
- Demam atau sepsis
- Anemia (akut atau menahun)
- Tidak teraturnya minum obat seperti diuretic dan digitalis, atau tidak diet rendah garam
- Beban cairan yang berlebihan (misalnya karena dapat pengobatan denga infus)
- Terjadinya infark jantung akut berulang
- Aritmia (baik atrial maupun ventricular)
- Emboli paru
- Keadaan-keadaan high output
- Melakukan pekerjaan beban berat apalagi mendadak (lari,naik tangga)
- Stress emosional
- Hipertensi yang tidak terkontrol
Mekanisme Dasar
Kelainan intrinsic pada kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi curah sekuncup, dan meningkatkan volume residu ventrikel. Dengan meningkatnya EDV (volume akhir diastolic ventrikel), maka terjadi pula pengingkatan tekanan akhir diastolic ventrikel kiri (LVEDP). Derajat peningkatan tekanan tergantung dari kelenturan ventrikel. Dengan meningkatnya LVEDP, maka terjadi pula peningkatan tekanan atrium kiri (LAP) karena atrium dan ventrikel berhubungan langsung selama diastole. Peningkatan LAP diteruskan ke belakang ke dalam anyaman vascular paru-paru, meningkatkan tekanan kapiler dan vena paru-paru. Jika tekanan hidrostatik dari anyaman kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik vascular, maka akan terjadi transudasi cairan ke dalam intertisial. Jika kecepatan transudasi cairan melebihi kecepatan drainase limfatik, maka akan terjadi edema intertisial. Peningkatan tekanan lebih lanjut dapat mengakibatkan cairan merembes ke dalam alveoli dan terjadilah edema paru-paru.
Tekana arteria paru-paru dapat meningkat sebagai respon terhadap peningkatan kronis tekanan vena paru. Hipertensi pulmonary meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel kanan. Serentetan kejadian seperti yang terjadi pada jantung kiri, juga akan terjadi pada jantung kanan, di mana akhirnya akan terjadi kongesti sistemik dan edema.
Perkembangan dari kongesti sistemik atau paru-paru dan edema dapat dieksaserbasi oleh regurgitasi fungsional dari katup-katup trikuspidalis atau mitralis bergantian. Regurgitasi fungsional dapat disebabkan oleh dilatasi dari annulus katup atrioventrikularis, atau perubahan-perubahan pada orientasi otot papilaris dan korda tendinae yang terjadi sekunder akibat dilatasi ruang.
Respon Kompensatorik
Sebagai respon terhadap gagal jantung, ada tiga mekanisme primer yang dapat dilihat :
1. Meningkatnya aktivitas adrenergik simpatik
2. Meningkatnya beban awal akibat aktivitas system rennin-angiotensin-aldosteron
3. Hipertrofi ventrikel
Ketiga respon kompensatorik ini mencerminkan usaha untuk mempertahankan curah jantung. Mekanisme-mekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung pada tingkat normal atau hampir normal pada gagal jantung dini, dan pada keadaan istirahat. Tetapi, kelainan pada kerja ventrikel dan menurunnya curah jatung biasanya tampak pada keadaanberaktivitas. Dengan berlanjutnya gagal jantung, maka kompensasi akan menjadi semakin kurang efektif.
Pemeriksaan Penunjang
- Anamnesis
- Pemeriksaan fisis : inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi
- Pemeriksaan foto toraks dapat mengarah ke kardiomegali, corakan vascular paru menggambarkankranialisasi, garis Kerley A/B, infiltrat prekordial kedua paru, dan efusi pleura. Fungsi EKG untuk melihat penyakit yang mendasari seperti infark miokard dan aritmia. Pemerikasaan lain seperti pemeriksaan Hb, elektrolit, ekokardiografi, angiografi, fungsi ginjal, dan fungsi tiroid dilakukan atas indikasi.
a. Urin :
Berat jenis <>
Volume urin menurun
Na urin menurun, rennin meningkat aldosteron
b. Darah :
- Ureum meningkat dan kreatinin clearance menurun, maka menunjukkan gagal jantung yang berat
- Na, Bl dan albumin menurun, sehingga meningkatkan volume darah dan cairan udema karena rennin dan aldosteron meningkat
- Asidosis metabolic : pH turun, HCO3 turu, maka menunjukkan gagal jantung dan gagal ginjal
2. Faal hati
- Bilirubin darah, urin dan urobilinogen meningkat
- LED turun
- LDH naik, terutama LDH5
- Fosfatase alkali naik (ringan/berat)
- Protombin agak naik
3. Faal paru
- Tekana O2 turun karena pertukaran gas terganggu , paru udema
- Alkalosis respiratorik : pH naik, pCO2 turun, maka terjadi dapat hiperventilasi, respon terhadap hipoksemia
- Asidosis respiratorik : pH turun, pCO2 naik, maka dapat terjadi udema paru akut yang menyebabkan kegagalan ventilasi dan retensi CO2.
- Penatalaksanaan
1. Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan konsumsi O2 melalui istirahat/pembatasan aktivitas
2. Memperbaiki kontraktilitas otot jantung :
- Mengatasi keadaan yang reversible, termasuk tiroksikosis, miksedema, dan aritmia
- Digitalisasi :
a. Dosis digitalis :
- Digoksin oral digitalisasi cepat 0,5-2 mg dalam 4-6 dosis selama 24 jam dan dilanjutkan 2x0,5 mg selama 2-4 hari
- Digoksin iv 0,75 mg dalam 4 dosis selama 24 jam
- Cedilanid> iv 1,2-1,6 mg selama 24 jam
b. Dosis penunjang untuk gagal jantung : digoksin 0,25 mg sehari. Untuk pasien isua lanjut dan gagal ginjal dosis disesuaikan.
c. Dosis penunjang digoksin untuk fiblilasi atrium 0,25 mg.
- •Digoksin : 1-1,5 mg iv perlahan-lahan
- •Cedilanid> 0,4-0,8 mg iv perlahan-lahan
Cara pemberian digitalis
3. Menurunkan beban jantung
- Menurunkan beban awal dengan diet rendah garam, diuretic (mis : furosemid 40-80 mg, dosis penunjang rata-rata 20 mg), dan vasodilator (vasodilator, mis : nitrogliserin 0,4-0,6 mg sublingual atau 0,2-2 ug/kgBB/menit iv, nitroprusid 0,5-1 ug/kgBB/menit iv, prazosin per oral 2-5 mg, dan penghambat ACE : captopril 2x6,25 mg)
- Menurunkan beban akhir dengan dilator arteriol
Prognosis Gagal Jantung Kongestif dan Prediktor Mortalitas
1. Klinik :
- Penyakit Jantung Koroner
- Tingginya derajat New York Heart association Class
- Kapasitas exercise
- Denyut jantung pada istirahat
- Bunyi jantung S3
- Tekanan nadi dan tekanan sistolik
- Ejection fraction ventrikel kiri dan kanan
- Tekanan pengisian dan tekanan atrium kanan
- O2 uptake maksimal (MVO2)
- Tekanan sistolik ventrikel kiri
- Cardiac index
- Mean arterial pressure
- Resistensi sistemik vaskular
- Norepinefrin plasma
- Renin plasma
- Vasopresin plasma
- Atrial natriuretic peptide plasma
- n Na, K, Mg serum
- Asistol ventricular yang sering
- Aritmia ventricular yang kompleks
- Takikardia ventricular
- Fibrilasi / fluter atrial